Thursday, October 1, 2015

MANUSIA PEZIARAH: PROSES PEMBELAJARAN DIALOG DENGAN KENYATAAN (2)


Bagaimana menyatakan secara konkret dialog ini? Asal dari repertoir tingkahlaku kita bermula dari kontak-kontak awal kita dengan dunia yang mengelilingi kita. Di luar apa yang dikatakan oleh para ahli bahwa kehidupan sebelum kita lahir bisa membentuk dan mengajar kita, di sini kita membatasi diri kita pada proses yang dimulai sejak perjumpaan pertama kita dengan kenyataan, langsung setelah kita lahir.

Di sini saya ingin mengembangkan konsep dari William Glasser, dalam bukunya “Control Theory”, dan membagikannya kembali kepada para pembaca dengan pendalaman pemahaman sesuai yang saya ingin kembangkan.

Kontak pertama dari mereka yang baru saja lahir ditemukan dalam suatu kenyataan yang secara praktis tidak berdaya. Dibandingkan dengan binatang, seorang manusia yang baru saja lahir memiliki sumber daya yang sangat kurang untuk berhadapan dengan linkungan yang mengitarinya. Petunjuk biologis binatang lebih cepat  dan memiliki daya instingtif yang lebih besar yang membuatnya lebih independen daripada seorang manusia. Ketidakberuntungan manusia ini akan dikompensasikannya kemudian hari, dalam kemampuannya untuk  berkembang, mengadaptasikan dirinya dan mentransformasikan dunianya.

Tetapi harus disadari bahwa perjumpaan pertama seorang manusia yang barus saja lahir berhadapan secara fundamental dengan kebutuhannya untuk bertahan hidup, kepemilikan, kekuatan/kekuasaan, dengan suatu kondisi minimum dan juga termasuk dimulainya refleks, reaksi spontan dan berfungsinya elemen-elemen dasar seperti bernafas, sirkulasi udara dll,  yang semuanya diatur. Semua hal tersebut disebut oleh Glasser sebagai “saraf tua”.

“Saraf tua” ini adalah sekumpulan struktur perkembangan manusia dalam sebuah proses yang terletak di bagian paling atas dari tulang punggung. “Saraf tua” memiliki dan memberikan kemampuan untuk bekerja secara otomatis terhadap fungsi-fungsi vital  kehidupan manusia, tanpa harus memberikan perhatian khusus kepada mereka. Bisa dibandingkan dengan sebuah komputer yang terpogram dan bisa diprogramkan. Seperti komputer, dia tidak memiliki kesadaran dan kehendaknya sendiri.

“Saraf tua” akan mentaati semua aturan yang secara progresif terus menerus berkembang dalam “saraf baru” di mana kesadaran bertahta yang sering kita sebut “memori” (yang sangat berbeda dengan memori sebuah komputer). Memori manusia akan terus menerus mengarsipkan  semua tingkah laku atau sikap  yang akan terus dipelajari.

Apa yang terjadi dalam pertemuan atau dialog dengan kenyataan yang  bisa memprovokasi kebutuhan manusia untuk belajar?

Berhadapan dengan kenyataan (dunia), pribadi yang baru saja lahir mengalami beberapa seri sensasi. Semuanya ini dapat menyenangkan, jika ada harmoni dan keseimbangan dalam dirinya sendiri dan dalam relasinya dengan dunia di luarnya. Ketika keseimbangan ini tidak ada (sensasi kedinginan, lapar, iritasi, sakit dll), maka semua yang tidak mengenakkan tersebut memberikan sinyal peringatan ke “saraf tua” supaya dibangun suatu keseimbangan.

Seorang anak manusia yang baru lahir mulai menghasilkan tingkah laku atau sikap untuk menghadapi kenyataan yang tidak baik dan mengembalikan keseimbangan yang telah hilang melalui tangisan, tangan yang mengepal dll. Semua tingkah laku ini membutuhkan suatu jawaban pemuasan: seseorang terpaksa mencari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu keseimbangan (makanan, kehangatan, meringakan ketidakenakan dan ketidakbaikan). Sumber-sumber keseimbangan ini adalah sumber-sumber yang oleh anak yang baru lahir tidak dapat disediakan oleh dirinya sendiri.

Ketika suatu tingkah laku mendapat jawaban dengan hasil yang memuaskan, maka tingkahlaku, obyek yang memuaskan kebutuhan dan proses mengembalikan keseimbangan tersebut, direkam dalam arsip sebagai alat atau perkakas yang berguna bagi masa depan. Glaser menggunakan suatu perbandingan dengan mengatakan “album fotografi dari kebutuhan dan keinginan”.

Setiap kebutuhan bisa memiliki berbagai bentuk foto yang berbeda, karena tingkah laku yang berbeda bisa memiliki berbagai obyek yang berbeda untuk pemuasannya. Sebagai contoh, kebutuhan untuk meringankan kelaparan dapat dipuaskan dengan makan pisang di rumah saya, atau berjalan ke sebuah toko roti dan membeli roti, atau saya pergi ke rumah seorang teman untuk makan siang. Dalam hal ini seseorang akan memiliki tiga bentuk foto,(pisang-rumah, roti – toko roti, makan- rumah teman) untuk suatu kebutuhan yang sama (lapar).

Semua foto ini akan terus terorganisasi dalam suatu sistem yang kompleks akan tingkah laku yang membentuk “kotak perkakas” untuk melakukan suatu pekerjaan untuk menghadapi semua kebutuhan.

Adalah penting untuk membedakan antara “kebutuhan” dan “keinginan”. Sekali kita mengkopi “foto” dari suatu sikap dan obyek yang memuaskan kebutuhan itu, sejak saat itu kita ingin atau mau bahwa obyek itu, ketika saya butuhkan dia akan ada. Identifikasi ini bisa membuat kita rusak atau tidak baik ketika obyek yang sudah ditentukan itu tidak bisa kita dapatkan atau tidak bisa memuaskan kebutuhan kita. Contoh klasik dari kenyataan ini adalah lelaki atau perempuan yang sedang putus cinta. Romeo jatuh cinta sama Juliet. Dalam bahasa yang sudah kita gunakan, kebutuhan akan cinta dari Romeo telah terpenuhi atau terpuaskan dengan suatu pendekatan dan jatuh cinta (tingkah laku/sikap) kepada Juliet (obyek, maaf kepada Juliet). Foto ini (Romeo mengatakan “darling” kepada Juliet) sudah ada di dalam album. Jika Juliet berkomunikasi dengan Romeo yang sudah tidak lagi tertarik dengan perkembangan cintanya, Romeo bisa membuat suati identifikasi yang berbahaya bahwa “kebutuhan akan cinta” sama dengan “jatuh cinta” kepada Juliet. Konsekwensinya: kehilangan Juliet, tidak akan membuatnya lagi jatuh cinta kepada siapa pun. Bisa jadi jalan keluar adalah minum racun atau lompat dari gedung bertingkat.

Dalam kasus ini, menjaga perbedaan antara kebutuhan (cinta) dan keinginan (suatu keterikatan afektif dengan Juliet) bisa membantu Romeo untuk melihat bahwa kebutuhannya bisa dipenuhi atau terpuaskan melalui tingkah laku atau obyek yang lain.

No comments:

Post a Comment