Bagaimana
menyatakan secara konkret dialog ini? Asal dari repertoir tingkahlaku kita
bermula dari kontak-kontak awal kita dengan dunia yang mengelilingi kita. Di
luar apa yang dikatakan oleh para ahli bahwa kehidupan sebelum kita lahir bisa
membentuk dan mengajar kita, di sini kita membatasi diri kita pada proses yang
dimulai sejak perjumpaan pertama kita dengan kenyataan, langsung setelah kita
lahir.
Di sini saya ingin mengembangkan konsep dari William Glasser,
dalam bukunya “Control Theory”, dan membagikannya kembali kepada para pembaca
dengan pendalaman pemahaman sesuai yang saya ingin kembangkan.
Kontak pertama dari mereka yang baru saja lahir ditemukan
dalam suatu kenyataan yang secara praktis tidak berdaya. Dibandingkan dengan
binatang, seorang manusia yang baru saja lahir memiliki sumber daya yang sangat
kurang untuk berhadapan dengan linkungan yang mengitarinya. Petunjuk biologis
binatang lebih cepat dan memiliki daya
instingtif yang lebih besar yang membuatnya lebih independen daripada seorang
manusia. Ketidakberuntungan manusia ini akan dikompensasikannya kemudian hari,
dalam kemampuannya untuk berkembang,
mengadaptasikan dirinya dan mentransformasikan dunianya.
Tetapi harus disadari bahwa perjumpaan pertama seorang
manusia yang barus saja lahir berhadapan secara fundamental dengan kebutuhannya
untuk bertahan hidup, kepemilikan, kekuatan/kekuasaan, dengan suatu kondisi
minimum dan juga termasuk dimulainya refleks, reaksi spontan dan berfungsinya
elemen-elemen dasar seperti bernafas, sirkulasi udara dll, yang semuanya diatur. Semua hal tersebut
disebut oleh Glasser sebagai “saraf tua”.
“Saraf tua” ini adalah sekumpulan struktur perkembangan
manusia dalam sebuah proses yang terletak di bagian paling atas dari tulang
punggung. “Saraf tua” memiliki dan memberikan kemampuan untuk bekerja secara
otomatis terhadap fungsi-fungsi vital kehidupan manusia, tanpa harus memberikan
perhatian khusus kepada mereka. Bisa
dibandingkan dengan sebuah komputer yang terpogram dan bisa diprogramkan.
Seperti komputer, dia tidak memiliki kesadaran dan kehendaknya sendiri.
“Saraf tua” akan
mentaati semua aturan yang secara progresif terus menerus berkembang dalam
“saraf baru” di mana kesadaran bertahta yang sering kita sebut “memori” (yang
sangat berbeda dengan memori sebuah komputer). Memori manusia akan terus
menerus mengarsipkan semua tingkah laku
atau sikap yang akan terus dipelajari.
Apa yang terjadi
dalam pertemuan atau dialog dengan kenyataan yang bisa memprovokasi kebutuhan manusia untuk
belajar?
Berhadapan dengan
kenyataan (dunia), pribadi yang baru saja lahir mengalami beberapa seri
sensasi. Semuanya ini dapat menyenangkan, jika ada harmoni dan keseimbangan
dalam dirinya sendiri dan dalam relasinya dengan dunia di luarnya. Ketika
keseimbangan ini tidak ada (sensasi kedinginan, lapar, iritasi, sakit dll), maka
semua yang tidak mengenakkan tersebut memberikan sinyal peringatan ke “saraf
tua” supaya dibangun suatu keseimbangan.
Seorang anak
manusia yang baru lahir mulai menghasilkan tingkah laku atau sikap untuk
menghadapi kenyataan yang tidak baik dan mengembalikan keseimbangan yang telah
hilang melalui tangisan, tangan yang mengepal dll. Semua tingkah laku ini
membutuhkan suatu jawaban pemuasan: seseorang terpaksa mencari sumber-sumber
yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu keseimbangan (makanan, kehangatan,
meringakan ketidakenakan dan ketidakbaikan). Sumber-sumber keseimbangan ini
adalah sumber-sumber yang oleh anak yang baru lahir tidak dapat disediakan oleh
dirinya sendiri.
Ketika suatu
tingkah laku mendapat jawaban dengan hasil yang memuaskan, maka tingkahlaku,
obyek yang memuaskan kebutuhan dan proses mengembalikan keseimbangan tersebut,
direkam dalam arsip sebagai alat atau perkakas yang berguna bagi masa depan. Glaser
menggunakan suatu perbandingan dengan mengatakan “album fotografi dari
kebutuhan dan keinginan”.
Setiap kebutuhan bisa
memiliki berbagai bentuk foto yang berbeda, karena tingkah laku yang berbeda
bisa memiliki berbagai obyek yang berbeda untuk pemuasannya. Sebagai contoh,
kebutuhan untuk meringankan kelaparan dapat dipuaskan dengan makan pisang di
rumah saya, atau berjalan ke sebuah toko roti dan membeli roti, atau saya pergi
ke rumah seorang teman untuk makan siang. Dalam hal ini seseorang akan memiliki
tiga bentuk foto,(pisang-rumah, roti – toko roti, makan- rumah teman) untuk
suatu kebutuhan yang sama (lapar).
Semua foto ini
akan terus terorganisasi dalam suatu sistem yang kompleks akan tingkah laku
yang membentuk “kotak perkakas” untuk melakukan suatu pekerjaan untuk
menghadapi semua kebutuhan.
Adalah penting untuk membedakan antara “kebutuhan” dan
“keinginan”. Sekali kita mengkopi “foto” dari suatu sikap dan obyek yang
memuaskan kebutuhan itu, sejak saat itu kita ingin atau mau bahwa obyek itu, ketika
saya butuhkan dia akan ada. Identifikasi ini bisa membuat kita rusak atau tidak
baik ketika obyek yang sudah ditentukan itu tidak bisa kita dapatkan atau tidak
bisa memuaskan kebutuhan kita. Contoh klasik dari kenyataan ini adalah lelaki
atau perempuan yang sedang putus cinta. Romeo jatuh cinta sama Juliet. Dalam
bahasa yang sudah kita gunakan, kebutuhan akan cinta dari Romeo telah terpenuhi
atau terpuaskan dengan suatu pendekatan dan jatuh cinta (tingkah laku/sikap)
kepada Juliet (obyek, maaf kepada Juliet). Foto ini (Romeo mengatakan “darling”
kepada Juliet) sudah ada di dalam album. Jika Juliet berkomunikasi dengan Romeo
yang sudah tidak lagi tertarik dengan perkembangan cintanya, Romeo bisa membuat
suati identifikasi yang berbahaya bahwa “kebutuhan akan cinta” sama dengan
“jatuh cinta” kepada Juliet. Konsekwensinya: kehilangan Juliet, tidak akan
membuatnya lagi jatuh cinta kepada siapa pun. Bisa jadi jalan keluar adalah
minum racun atau lompat dari gedung bertingkat.
Dalam kasus ini, menjaga perbedaan antara kebutuhan (cinta) dan keinginan (suatu keterikatan afektif dengan Juliet) bisa membantu Romeo untuk melihat bahwa kebutuhannya bisa dipenuhi atau terpuaskan melalui tingkah laku atau obyek yang lain.
No comments:
Post a Comment