Wednesday, July 22, 2015

SIAPAKAH AKU? DARI KEBEBASAN MENUJU 'TANAH TERJANJI' (4)



http://www.travelingmyself.com
Suka dukanya kehidupan manusia sangat bergantung pada arah mana kita mengarahkan kebebasan kita. Pertanyaan-pertanyaan fundamental seperti: apa saja tujuan akhir yang dicari oleh setiap manusia? Apakah tujuan akhir yang dicari itu sama untuk semua orang? Apakah tanah terjanji yang harus dilewati melalui padang gurun kehidupan itu berbeda-beda bagi setiap orang? Apakah yang harus dipegang atau diandalkan saat di padang gurun kehidupan sebelum mencapai tanah terjanji yang dijanjikan?



Pertanyaan pertanyaan fundamental di atas berkaitan erat dengan kebebasan yang dimiliki oleh manusia. Walaupun jawaban atas pertanyaan pertanyaan tersebut mungkin jatuh di luar yang diharapkan dalam eksplorasi yang akan dilakukan setiap manusia, namun sangat penting apabila jalan-jalan menuju tanah terjanji tersebut dijelaskan.



Kalau melihat kehidupan riil manusia, maka jawaban atas pertanyaan fundamental tersebut muncul dalam berbagai perspektif dan bahasa ekspresi jati diri manusia. Tujuan terakhir seorang manusia bisa diekspresikan dalam berbagai bentuk yang berbeda, misalnya “keselamatan”, “kebahagiaan”, “persatuan dengan Yang Tertinggi”, “Nirwana”, “Surga”, “Surga Dunia”, dll. Utopia-utopia tujuan akhir yang digambarkan tersebut semuanya sangat personal, sosial, ekonomis, historis dan kosmis. Keragaman ini tidak hanya ke mana tujuan yang akan kita capai, melainkan juga dalam bagaimana cara kita menuju ke tujuan terakhir tersebut. Apa-apa saja jalan menuju ke keselamatan, kebahagiaan, auto-realisasi, dll? Akan ditemukan berbagai jawaban yang berbeda seperti; kesenangan, kekuatan, kekayaan, agama, pelayanan, kemartiran, asketisme dll.



Melihat keragaman bahasa dan ekspresi akan tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut, muncul sebuah pertanyaan: apakah ada suatu kesamaan atau kesatuan mendasar dari semua tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut? Apakah kita berbicara hal yang sama ketika kita menggunakan bahasa dan ekspresi “keselamatan”, “kebahagiaan”, “auto-realisasi”, “kebebasan integral” dll? Jawabannya sudah pasti tidak sama. Ketika seorang pribadi, pada saat memformulasikan  tujuan akhir seperti “membangun suatu persaudaraan yang lebih manusiawi”, maka pada saat yang sama secara jelas mengingkari dimensi transendental termasuk untuk orang lain seperti formula “keselamatan” atau “persatuan dengan Tuhan”.



http://cdn.pazoo.com
Namun demikian, di tengah perbedaan yang ada,  ada cara untuk mengatasi semua kontradikis atas doktrin-doktrin yang berbeda tersebut. Caranya adalah: mengembangkan masalah, tidak dalam level konsep atau dugaan tetapi dalam level pengalaman dan perjumpaan setiap orang dengan kenyataan hidupnya. Dalam perjumpaannya itu seorang manusia  akan memberikan atau tidak memberikan suatu jawaban yang vital dan efisien, atau juga mampu membawa  ke suatu sintesis personal, asli dan memuaskan. Keefektifan atau keefisiensian dari sintesis tidak akan ada dalam fungsi yang eksklusif dari kesahian suatu doktrin yang bisa menerangi realitas. Seseorang yang telah berteman dengan orang yang sangat “ortodoks” – dari titik pandang kaum “transendental”- telah melakukan kesombongan yang konyol berhadapan dengan kenyataan atau realitas. Perlu digarisbawahi bahwa di sini saya tidak bermaksud mengelak pentingnya doktrin-doktrin yang ada. Anda sedang bermain dengan suatu tugas krusial dalam pembentukan postur-postur vital kita yang juga di dalamnya termasuk suatu komponen teori. Tetapi tidak satupun teori, karena kehebatannya sekali pun, yang bisa menjamin suatu sintesis  berhadapan dengan kenyataan.



Kita menyadari sekarang bahwa secara obyektif, tujuan akhir hidup kita dijadikan sarana untuk  persatuan dengan orang lain. (Hal ini bisa diharapkan sebagai suatu “doktrin”, suatu opsi dan konsep yang fundamental). Jika demikian yang terjadi dengan kita, maka pertemuan –pertemuan kita dengan kenyataan mewajibkan kita untuk menghormati orientasi tujuan ini jika kita tidak ingin memperkosa kepribadian kita. Seseorang dapat memakukan paku pada piring terbuat dari porselin yang indah, tetapi akan terjadi bahaya besar bahwa kebahagiaan piring yang indah akan hancur.
 
Dari titik pandang ini, menjadi relatif kurang penting bagaimana seseorang merasakan tujuan-tujuan akhir dan intensi-intensi yang dimilikinya, dan yang menjadi lebih penting adalah bahwa seseorang menghormati kenyataan dari tujunan akhirnya. Tidak cukup dengan memiliki intensi-intensi atau teori yang baik untuk menjadi bahagia. Untuk menjadi bahagia adalah sangat dibutuhkan kepastian dan  efisiensi dalam hal bagaimana mengatur kenyataan dan menghormati bagaimana kita berlaku atau bertindak. (Benny Kalakoe, BSD, 22715)

Tuesday, July 21, 2015

SIAPAKAH AKU? DARI KETERBATASAN MENUJU PEMBEBASAN (3)



Kualitas kebebasan manusia berakar dari perbedaannya yang radikal dengan ciptaan yang lainnya seperti binatang dan pohon. Binatang dan pohon  menerima lewat suatu turunan biologis suatu “petunjuk” untuk berkembang yang menandakan jalan dan nasibnya tanpa kemungkinan untuk memprotes dari pihak mereka. Seekor anjing tidak dapat beropsi untuk menjadi burung, demikianpun pohon kelapa  tidak dapat beropsi untuk jadi pohon mangga. Sebaliknya manusia meskipun juga adalah binatang (bagian dari definisi manusia) berpartisipasi dengan berbagai cara dalam perkembangannya yang sudah dipra-kondisikan. Juga manusia memiliki petunjuk-petunjuk untuk berkembang yang menandai keterbatasan-keterbatasan fundamental dari kemungkinan-kemungkinannya. Namun demikian berbeda dengan mahkluk hidup yang lain, manusia dapat memilih untuk menentukan diri sendiri dalam suatu kondisi yang manusiawi.\

Kita telah menelaah bahwa banyak dari “ramuan” kehidupan kita telah ditentukan dan tidak dapat lagi diubah. Beberapanya kita terima sejak kita lahir. Beberapanya lagi kita sendiri yang menentukannya dengan menggunakan kebebasan kita, yang kalau telah terjadi demikian tidak mungkin lagi diubah. Contoh dari kasus pertama misalnya: ras, tempat lahir, situasi keluarga, kampung asal, kewarganegaraan, dll. Contoh dari kasus kedua: karena tidak bijak seseorang kehilangan tangan atau kaki karena ngebut-ngebutan di jalan, atau ginjal rusak karena minum-minuman keras yang berlebihan. Lengan atau kaki atau ginjal yang hilang  adalah ramuan yang sudah tidak bisa diubah lagi. Kebebasan tidak ada dalam kemampuan untuk mengubah atau tidak “ramuan” kehidupan. Kebebasan harus dilihat dengan “masakan” yang akan manusia lakukan dengan ramuan-ramuan yang sudah ada tersebut.

Untuk mengerti apa itu kepribadian tidak cukup dengan menganalisa warisan biologis, kondisi-kondisi lingkungan dan struktur-struktur sosial, ekonomi dan budaya di mana seseorang sedang berada. Yang jelas semua hal tersebut menentukan dan membatasi seseorang. Tetapi tidak menghabiskan kebebasan minimal seseorang. Dan ini adalah benar walaupun ada begitu banyak orang yang tidak memanfaatkan kebebasan dalam memasak ramuan kehidupan ini secara maksimal. .

Sebagai ilustrasi: Dalam Perang Dunia II, lebih dari setengah juta orang Yahudi ditahan dan dibunuh secara keji dalam tahanan di Varsovia. Mayoritas dari mereka berbaris ke tempat pembantaian dengan mudah sekali, dan mereka dibasmi perlahan-lahan lewat penyakit dan kelaparan tanpa bisa memprotesnya. Mesin nazi yang berang memperhitungkan ketaatan mereka untuk mengefektikan pembunuhan mereka. Ramuan-ramuan pembunuhan ini adalah: tekanan, demoralisasi, pengawasan yang terus menerus, kelaparan dll. Namun demikian mereka tidak memperhitungkan, bahwa dengan situasi minim seperti itu, walaupun mereka menerima ramuan yang sama, namun “mereka tidak memasak” makanan yang dengan mudah menerima dan taat kepada pembunuhan. Orang-orang Yahudi ini kurang lebih 2000 orang , mereka tidak dapat memilih untuk “tidak mati”.  Ramuan ini sudah kurang lebih ditentukan karena jumlah tekanan dan kekuatan nazi, sikap apatis dari dunia dan kota lain yang katanya “civilized”. Namun demikian harus diakui bahwa dalam keadaan seperti itu pun mereka bisa memilih “bagaimana harus mati”, bagaimana memberi suatu nilai baru atas situasi mereka yang tidak ada jalan keluarnya. Keputusan ini diganti dalam suatu perang pertahanan yang memakan waktu 40 hari, menantang kekuatan militer nazi.

Tanpa harus sampai dengan situasi-situasi ekstrim, kita melihat secara kontinu bagaimana dua orang yang berbeda dapat melewati hal-hal atau masalah yang secara praktis sama dan mereka keluar dari masalah tersebut, yang seorang tidak bernyawa lagi dan mengerikan, sedangkan yang satu malahan lebih kuat dan semakin terintegrasi.

Dengan demikian, melalui kebebasan manusia memilih untuk menentukan siapa dirinya dan mau jadi siapa dirinya. Mari kita membangun kepribadian-kepribadian dalam perjalanan padang pasir kehidupan ini. Di mana selalu ada opsi untuk menuju ke perbudakan atau dalam suatu pertempuran yang keras untuk sampai ke tanah terjanji.

(Benny Kalakoe, BSD, 22715)

SIAPAKAH AKU? AKU ADALAH AKU! DARI DETERMINISME MENUJU AUTO-DETERMINISME KRITIS (2)



Dalam peziarahan hidupnya manusia menyadari bahwa kehidupannya merupakan dialog antara hal-hal yang ditentukan dari luar dirinya (determinisme) dan pengolahan diri untuk menentukan arah kehidupannya sendiri (auto-determinisme).



Demokritos, Thomas Hobbes, William Hamilton dll, menyadari dan mengakui bahwa kehidupan manusia sangat ditentukan oleh faktor geografis, biologis, sosiologis, ekonomis dan agama yang melingkari kehidupan manusia. Semua faktor tersebut mempengaruhi kehidupan manusia sehingga menentukan arah kehidupan manusia dalam pencarian maknanya. Berikut ini beberapa merek determinisme yang sering digunakan oleh manusia untuk membela dirinya terhadap kesulitan hidup yang dihadapinya:

  1. determinisme religius: suatu keyakinan bahwa kehendak Tuhanlah yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi: “Tuhan menghendaki demikian” atau “Tuhan menghukum kita”.
  2. determinisme magis: suatu keyakinan bahwa nasib atau keberuntungan menentukan apa yang akan terjadi dengan diri kita. Hal ini jelas sekali dalam Oedipus Kompleks yang menyakini dia dilahirkan untuk menikahi ibunya sendiri.
  3. determinisme sosio-ekonomis: suatu keyakinan bahwa relasi-relasi sosial dari sistem industri (produksi), struktur ekonomi dan politik menentukan cara-cara berpikir dan tingkah laku manusia.
  4. determinisme biologis: suatu keadaan bahwa warisan genetika menyediakan seseorang suatu petunjuk bagaimana seseorang bertindak sepanjang hidupnya
  5. determinisme lingkungan: suatu keadaan yang mengkondisikan manusia dengan kekuatan paksaan dan tekanan dari lingkungan fisik sosial.
  6. determinisme psikologis: situasi yang dirasakan di mana ada berbagai kekuatan yang kurang lebih tidak dikenal di dalam kepribadian seseorang, misalnya trauma-trauma masa lalu, hal-hal di bawah sadar dll.
Berhadapan dengan berbagai determinisme di atas, manusia dihadapkan dengan pertanyaan, “Siapakah yang bisa memaknai hidup manusia sendiri?”. Dari sini muncul suatu pernyataan yang mengafirmasikan bahwa kebebasan dan auto-determinasi seseoranglah yang dapat menentukan isi dan arah kehidupannya sendiri. Beberapa merek blok auto-determinisme yang pernah ada:

  1. afirmasi idealis: suatu sikap yang mengesampingkan kenyataan dunia luar dan menghayati hidup dengan caranya sendiri tanpa memperhitungkan kenyataan riil dunia yang akan dilaluinya.
  2. afirmasi pelarian (alienasi) : suatu auto-determinasi yang dilakukan dengan lari dari kenyataan. Kendaraan-kendaraan pelarian bisa dalam berbagai bentuk, seperti mabuk, kerja berlebihan, agama fundamentalis, fantasi-fantasi, narkoba, sex bebas dll. Jenis lain dari pelarian ini yang mungkin nampaknya bukan pelarian adalah penyalahan diri sendiri yang berlebihan yang akhirnya sampai pada suatu situasi yang mematikan, misalnya bunuh diri karena tidak bisa menerima kenyataan diri sendiri.
  3. afirmasi kritis: posisi ini memiliki beberapa elemen penting antara lain:
    • mengakui bahwa banyak “ramuan” kehidupan yang sudah ditentukan. Misalnya saya tidak dapat memilih tempat di mana saya ingin dilahirkan. Faktor genetis tidak dapat saya tentukan, ada keterbatasan-keterbatasan yang datang dalam sejarah pribadi, lokal, nasional dll.
    • menerima keterbatasan-keterbatasan yang ada sebagaimana apa adanya.
    • menerima kenyataan tentang relasi yang saling menguntungkan antara kreativitas atau kebebasan manusia dengan struktur-struktur sosial yang dihasilkan.
    • pengakuan bahwa paling tidak di tengah gurun keterbatasan-keterbatasan yang ada selalu ada paling tidak suatu oasis kehidupan atau kebebasan. Dalam siatuasi/keadaan yang memang benar-benar “tidak ada jalan keluar”, kepribadian manusia masih memiliki kebebasan bagaimana menjawab dan cara apa yang diambil berhadapan dengan keterbatasan itu.
Sebagai manusia yang dewasa manusia diajak untuk mengambil posisi afirmasi kritis dalam memaknai kehidupannya. Kita tidak dapat menolak bahwa kita sendirilah yang bertanggung jawab atas semua tingkah laku kita. Kita tidak dapat memberikannya kepada siapapun kunci kebahagaiaan dan realisasi diri kita.




Semua postur deterministas adalah percobaan. Mereka memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk melarikan diri dari kebebasan kita. Jika kita bisa mengendalikan diri kita sendiri dan juga orang lain bahwa diri kita tidak mempunyai kesalahan, kita percaya tanpa salah bahwa kita dapat sampai kepada kebahagiaan.



Memperbaharui tanggungjawab dan kontrol atas kehidupan kita bukan hanya lebih sehat secara psikologis (minimal merasa lebih baik) melainkan juga adalah satu-satunnya sikap yang unik yang bisa menggerakkan kita menuju suatu perkembangan atau pertumbuhan dan kebahagiaan.



Blog Oasis Kehidupan yang akan saya tulis ini akan melihat bahwa ada banyak cara untuk berlatih melihat “kontrol” yang bisa menghancurkan diri seseorang dan juga orang lain. Tetapi kita akan lebih mendekatkan diri kepada forma-forma destruktif yang sering kita ambil dan belajar dari forma-forma destruktif tersebut.



Akhirnya,“kenyataan umum” bahwa kehidupan kita diatur dan dipengaruhi dari luar atau dengan kata lain “ditentukan” oleh agen-agen berbeda dari diri kita (Tuhan, nasib, bawaan biologis, lingkungan sosial ekonomi dan budaya dll). Namun demikian, semua postur deterministas ini semuanya berlawanan dengan auto-determinasi. Dari semua posisi auto-determinasi kita beropsi pada auto-afirmasi kritis karena merupakan yang paling berharga dengan kenyataan kemanusiaan kita. Semua ramuan dasar dari postur ini: pengenalan dan pengakuan akan keterbatasan kita dan ruang kebebasan yang bisa kita ambil terhadap kenyataan itu, seperti suatu pengaruh yang saling menguntungkan antara kebebasan dan “produk sosialnya”. (Benny Kalakoe, BSD, Juli 2015)