Dalam
perjumpaannya dengan dunia nyata manusia membutuhkan kondisi-kondisi minimalis
yang sangat dibutuhkan supaya perjumpaan tersebut menjadi sesuatu yang berharga
dalam penelusuran kehidupannya.
Mengikuti
pemikiran William Glasser (dengan beberapa modifikasi), tanah terjanji kita
membutuhkan beberapa elemen yang tidak bisa diabaikan, antara lain:
- Kemampuan untuk bertahan
hidup: kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan dasar untuk bisa bertahan hidup
sebagai pribadi maupun sebagai spesies.
- Hak milik dan Komunikasi: suatu relasi yang
secara afeksi memuaskan dan secara efektif berhubungan dengan beberapa orang
yang sangat kita cintai atau sangat berarti bagi diri kita sendiri.
Merasakan bahwa “kita memiliki” seperti “kita memiliki rumah” di antara
orang-orang yang menerima kita sebagai pribadi. Dari opsi eksplisit iman
yang seseorang ambil, relasi ini juga memasukkan komunikasi dengan Yang
Absolut, walaupun tidak dirasakan atau dikenal sebagaimana mestinya untuk
banyak orang.
- Kekuatan dan kebebasan: suatu ekspresi yang
efisien dari kebebasan dan kontrol atas kehidupan kita sendiri. Termasuk
di sini kebutuhan untuk menjawab kepada diri sendiri suatu kepuasan akan
pertanyaan tentang identitas pribadi saya sendiri.
- Kebahagiaan hidup: saya tidak bisa menemukan
suatu ekspresi yang lebih baik untuk elemen ini dari “tanah terjanji” yang mungkin dalam
bahasa Indonesianya “kebahagiaan hidup”. Termasuk di dalamnya pengertian
akan permainan dan pesta, dunia fantasi dan simbol-simbol, keinginan untuk
belajar, keingintahuan untuk mengeksplorasi dan mengetahui, dan secara
umum berbagai variasi dan ungkapan syukur dari kreatifitas kemanusiaan
kita.
Elemen-elemen ini tidak berada dalam suatu
urutan relasi yang tenang, satu berada di samping yang lainnya dalam
kepribadian setiap orang. Semuanya adalah elemen yang dinamis yang saling berhubungan bahkan kadang-kadang
saling bertentangan dengan tuntutan-tuntutan konflik dalam kepribadian
seseorang.
Sebagai contoh, kebutuhan untuk
mempraktekkan kebebasan dan memiliki kekuatan dan kontrol atas kehidupan kita
sendiri, bisa membawa diri saya sendiri untuk mengambil resiko dan bisa jadi
mengorbankan kelangsungan hidup saya, konflik yang dialami oleh begitu banyak
orang yang telah mati demi memperjuangkan kebebasan (para pahlawan).
Pencarian
kekuatan/kekuasan dan kontrol bisa membawa saya masuk dalam suatu konflik
dengan kebutuhan saya untuk menjaga suatu relasi penuh cinta dengan orang-orang
yang sama kepada siapa saya arahkan kontrol saya. Sebaliknya keinginan saya
untuk “tinggal baik” dan diterima, bisa membawa saya untuk mengurbankan
kebebasan saya dan menyerahkan kontrol atas kehidupan saya pada orang lain.
Banyak pemburuh yang telah menjadi makanan
para singa, karena keinginan mereka untuk mengetahui “apa yang ada dalam gua
ini” adalah sesuatu yang lebih besar daripada kebutuhan untuk berhati-hati dengan
kelangsungan hidup mereka sendiri.
Dalam semua konflik ini, seseorang harus
mencari suatu sintesis atau persetujuan di antara berbagai tuntutan yang saling
bertentangan.
Cara lain untuk memvisualisasikan proses
“negosiasi” dalam mengsintesiskan tuntutan-tuntutan vital kehidupan atau
kebutuhan-kebutuhan fundamental yang memanggil kita “menuju tanah terjanji”,
adalah metafor “tingkatan kebutuhan” yang diadaptasikan dari Abraham Maslow.
Maslow mngurutkan kebutuhan manusia dalam
suatu skala dimulai dari kebutuhan-kebutuhan yang sangat elemental (demi
kelangsungan hidup) sampai ke kebutuhan yang lebih spiritual. Formulasi kebutuhan-kebutuhan
ini tidak merupakan suatu kebetulan yang pasti dengan yang sebelumnya, walaupun
ada suatu hubungan substansial dengan isi dari keduanya. Tingkatan
kebutuhan Maslow dengan beberapa modifikasi adalah sebagai berikut:
- Kelangsungan hidup dan
keamanan
- Stimulasi (Dorongan) (kelaparan akan
gratifikasi atau ganjaran sensual, akan keingintahuan dan pengertian,
mengeksplorasi dan mencaritahu dll)
- Kepemilikan: untuk merasakan
bahwa kita diterima oleh orang lain atau kelompok tertentu.
- Identitas: untuk menjawab
pertanyaan “Siapakah aku?”. Kebetuhan ini dan yang sebelumnya sangat
berhubungan secara langsung. Sering kita menjawab pertanyaan “siapakah
saya?” melalui apa yang kita miliki dalam berbagai perkumpulan atau
kelompok: saya adalah anak Frans Anggo dan Maria Seria, saya orang Flores,
Saya orang katolik dll.
- Komunikasi: mengekspresikan
kepada orang lain tentang siapakah saya dan apa yang saya rasakan.
- Persatuan (Komunitas):
kebutuhan akan mencintai dan dicintai. Kebutuhan akan keintiman dalam
suatu relasi dengan orang-orang yang dianggapnya sangat berharga.
- Produktivitas: kebutuhan akan suatu perasaan
bahwa kita berharga dan berguna melalui pekerjaan dan aksi kita. Termasuk
didalamnya kebutuhan untuk menjadi “subur” dalam pengertian fisik (menjadi
bapak dan ibu) dan dalam pengertian yang lebih luas seperti meninggalkan
jejak di dunia ini.
- Aktualisasi diri: kebutuhan untuk menemukan
kepribadian dan pengertian hidup dan hidup saya. Kebutuhan terakhir ini
mengandaikan suatu kepuasan minimal dari kebutuhan-kebutuhan sebelumnya.
Metafor tingkatan
kebutuhan, dengan berbagai kekurangan dari setiap perbandingan, berguna untuk
mempraktekkan hubungan antara kebutuhan-kebutuhan ini seperti bagaimana
hubungan mereka dengan tujuan akhir dari kebebasan kita.
Beberapa karakteristik dari gambaran ini yang bisa memberikan
terang:
- Setiap point tingkatan
tangga itu selalu mendukung point pada tingkatan tangga setelahnya.
Ketika tiba pada tingkatan yang terakhir, maka kita akan kembali mendukung yang tingkatan
pertama karena dia akan mendukung yang di atasnya. Aspek ini
menggambarkan bahwa kebutuhan dasar harus dipuaskan secara terus menerus
dalam suatu level minimal sebelum bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhan
diatasnya. Kekosongan yang serius akan kepuasan yang mendasar (makanan,
keamanan dll) dapat menghambat secara total atau sebagian dari
kebutuhan-kebutuhan lainnya dan nilainya.
- Setiap tingkatan kebutuhan selalu terarah
pada tujuan akhir. Tidak ada tingkatan yang menutup dirinya sendiri.
Aspek ini ingin menyatakan bahwa dengan berbagai cara, tujuan akhir harus
selalu berada sekarang (menerangi dan membentuk dll) pada setiap elemen
yang kita butuhkan (anak tangga sebelumnya). Suatu kenyataan bahwa
kebutuhan-kebutuhan lebih mendasar harus berhubungan selalu dengan tujuan akhir. Sebagai contoh, kebutuhan untuk makan
tidak akan terpuaskan dengan menginjak saudara saya yang sedang menolong
saya di depan saya, juga bukan dengan demi pemuasan keinginan atau hasrat
seksual bisa membuat dan membawa saya untuk mempraktekan suatu aksi
seksualitas yang buas seperti seekor binatang. Kebutuhan yang lebih
tinggi akan persatuan (komunitas) “melebur” dalam cara kita bermakan
(makanan ditemukan dalam suatu perjumpaan dan ekspresi cinta persaudaraan
dan bukan dalam suatu “selamatlah dia yang bisa”) dan dalam pengertian
seksualitas misalnya suatu aksi seksual harus tersalurkan dalam suatu
ekspresi cinta, kelemahlembutan dan kesenangan yang dibagikan bersama.
- Metafora ini juga memberikan pesan yang
lebih bahwa anak tangga yang lebih tinggi bisa “memberikan kita
ijin” untuk mengabaikan anak
tangga yang sebelumnya. Sebagai contoh , seorang ibu akan mengurbankan
jam istirahatnya, makanannya dll, untuk menjawab tuntutan-tuntutan kebutuhan yang lebih mendasar dari
persatuan, identitas keibuan, komunikasi dll. Praksis kebebasan
mengharapkan suatu referensi konstan atas tingkatan kebutuhan dan atas
tingkatan nilai dalam diri kita dan kepribadian kita. Urutan tangga dari
tangga yang terakhir ini bisa bervariasi untuk setiap orang.
Dari perspektif-perspektif ini , tertera
kemungkinan dan kebutuhan untuk mengambil kontrol atas kehidupan kita sendiri
dan pada saat yang sama kita dapat melihat kesulitan dan resiko yang bisa
diambil ketika kita mempraktekkan kebebasan kita.
Akhirnya,
semua umat manusia memiliki suatu kebebasan terkondisikan dan terbatas oleh
banyak faktor, yang mana sebagian besarnya tidak bisa kita ubah. Namun demikian
kita selalu memiliki suatu kebebasan yang tertinggal dan terlindungi dan asli
dan memiliki kemungkinan untuk menciptakan suatu sintesis yang sangat
mengagumkan.
Lebih
jauh dari bagaimana kita membentuk kemana kita arahkan sintesis kita,
keefektifannya tergantung dari bagaimana kita mengelola kenyataan obyektif dan
dari kepuasan yang diberikan kepada kebutuhan- kebutuhan dasar kita.
No comments:
Post a Comment